Sultan Mehmed II atau Muhammad Al-Fatih adalah sultan ketujuh
kekhalifahan Turki Utsmani. Ia mendapatkan gelar al-Fâtih (Sang Pembebas /
Penakluk) karena kerberhasilannya membebaskan Konstantinopel, ibukota Romawi
Timur. Ia pula yang mengganti Konstantinopel menjadi Islambol, yang berarti
Islam keseluruhannya. Sejak saat itu, Islambol menjadi pusat kekhalifahan Turki
Ustmani hingga 407 tahun berikutnya. Kini nama tersebut telah diganti oleh
Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al
Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.
Masjid Al Fatih
27 Rajab 835 H/29 Mei
1432 M. Sejak saat itu Muhammad dilatih hidup sederhana, dididik dengan ilmu
agama dan ilmu militer. Sultan dibimbing secara intensif oleh para ulama
terbaik di zamannya. Diantara gurunya adalah Muhammad bis Ismail al -Qourani
al-Kurdi. Dibawah bimbingannya, Muhammad belajar dengan giat dan hafal al-Quran
sejak usia dini. Ia juga mengaji berbagai macam disiplin ilmu kepada Syekh Aaq
Syamsuddin (Samsettin). Dari Syekh Syamsuddin Sultan belajar ilmu agama,
bahasa, keterampilan fisik geografi, falak, dan sejarah. Sultan juga rajin
mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa seperti Agustus Caesar, Konstantin,
hingga Iskandar Agung dari Macedonia. Syekh Syamsuddin pula yang meyakinkan
Muhammad bahwa ia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw di dalam
Hadis Pembebasan Konstantinopel.
Ketika kami duduk bersama dengan Abdullah bin Amru bin Al-Ash,
beliau ditanya tentang kota manakah yang akan (futuh) dikuasai, Konstantinopel
atau Roma? Abdullah bin Amru bin Al-Ash meminta diambilkan kotak miliknya yang
ada lubangnya dan mengeluarkan kitab dari dalamnya dan berkata, “Abdullah
berkata bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis,
tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih
dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih
dahulu (maksudnya Konstantinopel). (HR Ahmad)
Rasulullah SAW bersabda, “Kalian pasti akan membebaskan
Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan
sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya. (HR Ahmad dalam musnadnya)
Dalam Perkembangannya
Muhammad tumbuh menjadi pemuda yang cerdas. Ia ahli dalam bidang militer, tata
negara, sains, dan matematika. Bahkan, saat usianya masih 21 tahun, ia telah
berhasil menguasai 6 bahasa: Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia, dan Hebrew.
Di atas semua itu, ia merupakan pribadi yang saleh dan ahli ibadah. Ia tidak
pernah meninggalkan salat fardu, Tahajjud dan rawatib sejak balig hingga wafat.
Memerintah Selama Dua Periode
Muhammad memerintah
selama dua periode. Periode pertama adalah 1444-1445. Saat itu usianya masih 12
tahun. Sultan diberi mandat untuk menggantikan ayahnya yang memilih beruzlah
dan menjauh dari hiruk pikuk politik. Sultan Murad II berhenti dari jabatannya
di tengah begitu banyak problem, baik internal maupun eksternal. Sementara
khalifah sedang menghadapi serangan
bertubi-tubi dari tentara kerajaan Romawi Timur. Sebagai khalifah yang masih
sangat belia, Muhammad kemudia berinisiatif untuk mengirim utusan kepada
ayahandanya dengan membawa pesan. Isinya cukup unik: mengajak sang ayahandanya
tidak berdiam diri menghadapi masalah negara, "Siapakah yang saat ini
menjadi khalifah: saya atau ayah? Kalau saya yang menjadi khalifah, maka
sebagai khalifah, saya perintahkan ayahanda untuk datang kemari membela negara.
Tapi kalau ayahanda yang menjadi khalifah, maka seharusnya seorang khalifah
berada di tengah rakyatnya dalam situasi seperti ini." Akhirnya Murah II
kembali ke tengah-tengah rakyatnya. Murad II kembali memerintah mulai tahun
1445 hingga meninggal dunia pada tahun 1451. Setelah itu amanah kekhalifahan
diemban sepenuhnya oleh Muhammad. Tahun 1451-1481 adalah periode kedua
kepemimpinannya dalam kekhalifahan Turki Utsmani.
Membebaskan Konstantinopel
Pada periode ini,
Muhammad memulai upaya pembebasan Konstantinopel. Ia melakukan langkah-langkah
yang matang untuk menyukseskan misi suci itu. Sejarawan Islam, Ismail Hami
Danshbund, yang hidup sezaman dengan Muhammad melukiskan, sejak menaiki
singgasananya Sultan harus rela 'begadang' setiap malam guna mempelajari peta
dan keadaan kota Konstantinopel guna mencari strategi jitu untuk penyerangan.
Sultan mempelajari lokasi-lokasi mana yang cocok untuk pertahanan dan mencoba
menemukan titik-titik kelemahan musuh. Selain itu, sultan juga mengevaluasi
kegagalan pasukan Islam sebelumnya.
Hari Jum'at, 6 April 1453
M, Sultan bersama gurunya Syekh Aaq Syamsuddin, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha
merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota
tersebut. Dengan berbekal 150.000 pasukan dan meriam buatan Urban, teknologi
baru saat itu, Sultam mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau
menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Konstantin Paleologus
menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran
Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Kota dengan benteng
setinggi 10 m tersebut memang sulit ditembus. Apalagi di sisi luar benteng
dilindungi oleh parit seluas 7 m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus
membobol benteng dua lapis. Dari arah selatan laut Marmara, pasukan laut harus
berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada
laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan
rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga
berpekan-pekan benteng Byzantium tidak bisa ditembus. Usaha lain pun dicoba
dengan menggali terowongan di bawah benteng. Cukup menimbulkan kepanikan kota,
namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan
hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat
Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu
memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang,
hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki selat Golden Horn.
29 Mei, setelah sehari
istirahat perang, diiringi hujan Sultan kembali menyerang total dengan tiga
lapis pasukan: Irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan
terakhir pasukan Yanisari, pasukan elit Turki Utsmani. Melihat semangat juang
umat Islam, Giustiniani menyarankan Konstanti untuk mundur atau menyerah. Tapi
Konstantin tetap tidak bergeming hingga
gugur di peperangan. Konon, Konstantin melepas baju perang kerajaannya dan
bertempur bersama pasukan biasa hingga tidak pernah ditemukan jasadnya.
Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor
sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan
gugur di peperangan.
Pembebasan konstantinopel
Saat Konstantinopel telah
berhasil dibebaskan, Sultan Muhammad yang masih berusia 21 tahun itu turun dari
kudanya dan bersujud syukur kepada Allah. Sultan lalu pergi ke Gereja Hagia
Sophia dan memberikan perlindungan kepada semua penduduk, termasuk Yahudi dan
Kristen. Kemudian Sultan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid yang dikenal
dengan Aya Sofia dan membiarkan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya
bagi penganutnya.
Masjid Hagia Sophia
Setelah itu, Sultan membebaskan
Serbia pada tahun 1460 dan Bosnia pada tahun 1462. Seterusnya Sultan
membebaskan Italia, Hungaria, dan Jerman. Pada puncak kegemilangannya, Sultan
Muhammad memerintah di 25 Negeri. Kemudian Sultan membuat persiapan untuk
membebaskan Rhodesia. Tapi sebelum
rencana itu terlaksana Sultan meninggal dunia karena diracun oleh
seorang Yahudi bernama Maesto Jakopa. Sultan Muhammad wafat pada 3 Mei 1481
ketika berusia 49 tahun.
Sumber: Wikipedia
No comments:
Post a Comment