Tuesday, November 3, 2015

I'RAB LA ILAHA ILLALLAH

Mari kita mengi’rab kalimat iman yang agung, yaitu kalimat syahadat : Laa ilaha illallah, 
 
لَا إِلهَ حَقٌّ إِلَّا اللهُ

Pertama, (لا) = Laa nafiyatul jinsi,menafikan semua jenis) beramalan inna yaitu memanshubkan isimnya dan memarfu’kan khobarnya.

Kedua, , (إله), kata ilah merupakan isim (kata benda) yang mengikuti pola kata fi’al (فعال). [1] manshub (berbaris atas) dengan adanya amil nawashib (yaitu huruf Laa).[2]

Ketiga, (الاّ) adalah huruf istisna. illa berfungsi mengitsbatkan kalimat yang manfi. Dalam kaidah bahasa Arab, itsbat (kalimat positif) sesudah nafi (kalimat negatif) itu mempunyai maksud al-hashru (membatasi) dan taukid (menguatkan). Kedudukannya sebagai khobar mubtada’ yang dibuang yang berubah menjadi khobarnya Laa taqdirnya haqqun (yang benar). (penjelasannya setelah ini)

 (ألله) keempat Lafadz jalalah “Allah”[3] sebagai badal (pengganti) dari khobar laa yang dibuang. Karena sebagai badal, maka i’rob lafadz jalalah “Allah” adalah sesuai dengan mubdal minhu (yang digantikan)nya yaitu khobar laa. Ingat, khobar laa mempunyai i’rob marfu’, maka badalnya yakni lafadz jalalah “Allah” juga ikut marfu’, yang mana lafadz jalalah “Allah” ini adalah isim mufrod (kata tunggal) yang marfu’ dengan tanda dhommah sehingga berbunyi “Allahu”.

Jadi, sebenarnya dari kalimat : Laa ilaha illallah, ada kata yang dibuang karena maknanya sudah maklum, sehingga kalimat ‘Laa ilaha illallah ‘di baca dengan mentakdirkan khobar laa yang dibuang dengan “haqqun” atau “bihaqqin“. Sehingga menjadi :

لَا إِلهَ حَقٌّ إِلَّا اللهُ

laa ilaaha haqqun illallahu  artinya : Tiada tuhan (yang benar) selain Allah). Ini sesuai dengan firman Allahl dalam Al Qur’an :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنََّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنََّ اللَّهَ هُوَالْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq, dan apa saja yang mereka seru selain Allah adalah bathil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Luqman: 30)

Sunday, November 3, 2013

FADHILAH DAN AMALAN DI BULAN MUHARRAM

1. Termasuk Empat Bulan Haram (Suci)
Allah berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At-Taubah: 36)
Yang dimaksud empat bulan haram adalah bulan Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram (tiga bulan ini berurutan), dan Rajab. Pada bulan-bulan ini, masyarakat Arab dilarang berperang karena disucikannya keempat bulan tersebut. Oleh karena itu, ia juga dinamakan Syahrullah Asham شهر الله الأصم, yang artinya Bulan Allah yang Sunyi karena larangan berperang itu.
Dari Abu Bakrah radhiallahu‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Saturday, October 12, 2013

MENDHET TULADHA SAKING KLUARGA NABI IBRAHIM AS. (KHUTBAH IDUL ADHA 1434H BAHASA JAWA)

Kaserat Dening: Al-Fakir Ma'ruf Ihsan El-Jugjawy

Khutbah ke-1


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ اَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ , أَمَّا بَعْدُ  : فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Para sederek Kaum Muslimin  Muslimat, Rohimakumullah.
Minangka purwakaning atur mangga kita sesarengan ngunjukaken syukur dateng ngarsa dalem Allah, awit peparing kanugrahan lan nikmat ingkang tanpa kawical-wical, langkung-langkung rahmat kawilujengan lan yuswa panjang dateng kita sedaya , sahingga enjang punika kita tasih saget menangi malih dinten riyaya Iedul Adha, lan saget makempal ing masjid punika kanti tanpa manggih rubeda satunggal punapa. 

Sunday, September 15, 2013

SYUKUR NIKMAT

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan (artinya):


“Ada tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.


Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.

Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.

Wednesday, August 21, 2013

SYARAT UKHUWAH ISLAMIYAH

Ukhuwah  karena  Allah memiliki  syarat-syarat  dan  dasar-dasar yang  menjadikan  ikatan  ukhuwah tersebut menjadi tertib. Tidak akan diterima di sisi Allah  kecuali bila kaum muslimin mengikuti syarat-syarat tersebut  dan melakukannya  dengan sebaik-baiknya.

1.  Ukhuwah harus murni karena Allah
Tidak  mungkin  ukhuwah  terbentuk  kecuali  jika  orang-orang  yang  saling  bersaudara  itu membersihkan diri dan memurnikan diri  dari  segala  bentuk  manfaat yang  bersifat  pribadi. Manakala itu terjadi, ukhuwah akan mengeluarkan buahnya  serta berdampak positif di masyarakat.  Di antara  dalil  yang menunjukkan betapa daruratnya rasa ikhlas dalam berukhuwah adalah hadits riwayat Muslim.  Yaitu tentang seorang  lelaki ketika  dalam  perjalanan  mengunjungi saudaranya  di  sebuah desa,  dia ditanya oleh malaikat.