Benda-benda langit, atau semua yang ada dilangit dan langit
itu sendiri memiliki hukum-hukum fisika, kimia, matematika, arsitek dan
lain-lain. Yang mana antara yang satu dengan yang lainnya mengokohkan dan
mengatur urusannya. Semua hukum tersebut dijalankan dan diatur secara langsung
oleh Allah Yang Kuasa Lagi Maha Perkasa.
Sesungguhnya benda-benda langit dan langit, telah
difirmankan oleh Allah:
(لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ
مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ)
"Sungguh penciptaan langit dan bumi itu lebih besar
dari penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak
memahaminya." (QS. Ghafir [40]: 57)
Inilah salah satu bukti Maha Kuasanya Allah, tidak ada
makhluk yang lebih besar dari-Nya, tidak ada sesuatu makhluk pun yang
tersembunyi dan tidak diketahui-Nya. Inilah awal keimanan Khalillullah nabi
Ibrahim 'alaihis salam.
Maka lihatlah kembali benda-benda langit dan langit itu dua
atau kali, niscaya tidak akan terlihat ada kekurangan padanya. Sebuah
keserasian yang sangat mengagumkan, sebuah karya yang agung dalam pengaturan
urusan langit dan bumi, tidak ada celah dan kekurangan padanya.
Disisi yang lain, manusia meng-iya-kan amanat yang langit,
bumi dan gunung pun enggan dan keberatan untuk mengembannya. Sungguh manusia
itu sangat zalim dan bodoh. Maka langit dan bumi tetap diperjalankan menurut
hukum-hukum tersebut yang menjaga keseimbangannya. Sementara kita; umat
manusia, menerima amanat tersebut.
Maka Allah menciptakan bagi kita kehidupan dunia dan Allah
menyerahkan kepada kita sebagian hukum-hukum-Nya yang tidak tercampuri oleh
sedikit pun celah kekurangan. Allah memberi kita pilihan untuk menetapi
hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya ketaatan. Allah juga memberi
kita pilihan untuk tidak menetapi hukum-hukum tersebut dan hal itu
dinamakan-Nya kemaksiatan. Sementara hukum-hukum-Nya disebut syariat.
Jika hukum-hukum fisika merupakan praktek keseimbangan bagi
alam semesta, maka syariat merupakan hukum-hukum keseimbangan bagi sebagian
makhluk Allah yang bernama "manusia", yang tinggal di planet bumi.
Maka seluruh alam semesta dan makhluk dalam kondisi tunduk (istilah Al-Qur'annya
adalah sujud) secara totalitas kepada hukum-hukum Allah. Hal ini sebagaimana
difirmankan oleh Allah Ta'ala:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ
مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ
وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ
وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
"Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya bersujud kepada
Allah segala makhluk yang berada di langit dan di bumi, demikian juga sujud
kepada-Nya matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon,
binatang melata dan banyak manusia? Tetapi banyak manusia yang pantas
mendapatkan azab. Dan barangsiapa yang dihinakan oleh Allah niscaya tiada
seorang pun yang dapat menjadikannya mulia. Sesungguhnya Allah Maha Mengerjakan
apa yang Dia kehendaki." (QS. Al-Hajj [22]: 18)
Hal yang dimampui oleh manusia hanyalah mengarahkan sebagian
penerapan hukum-hukum fisika untuk kepentingan manusia. Ia mempergunakan
akalnya dan membuat inovasi untuk memetik buah-buah dari hukum-hukum tersebut,
karena ia tidak akan mampu untuk merubah hukum-hukum tersebut. Ia tidak mampu mengadakan
hukum-hukum tersebut, tidak pula menghilangkannya.
Sementara itu berkenaan dengan syariat, maka sungguh manusia
itu paling banyak membantah. Bukannya melakukan inovasi dalam mempraktekkan
hukum-hukum syariat dan mempergunakan akalnya untuk mengambil manfaat darinya;
manusia justru menentang hukum-hukum syariat, tidak cerdas memahaminya, bahkan
bodoh dan hina. Ia diberi akal oleh Allah, namun ia justru mengkafiri (menolak,
mengingkari, membenci dan memusuhi) syariat-Nya dan berdalih ia bebas memilih.
Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:
(أَوَلَمْ يَرَ الإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ
مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ .. )
"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami
menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia kemudian menjadi musuh yang
nyata. Dan dia membuat perumpamaan bagi kami dan melupakan asal
kejadiannya." (QS. Yasin [36]: 77-78)
Syariat bukanlah hukum hudud (pidana Islam) semata, namun ia
adalah undang-undang untuk manusia di planet bumi, agar selaras dan serasi
dengan alam semesta. Maka kita tidak akan melihat adanya kekurangan pada
penciptaan dan ketetapan-Nya. Dengan begitulah hadits-hadits tentang akhir
zaman bisa dipahami, ketika Isa 'alaihis salam memerintah planet bumi dengan
Islam:
يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ إِمَامًا
هَادِيًا وَمِقْسَطًا عَادِلا ، فَإِذَا نَزَلَ كَسَرَ الصَّلِيبَ ، وَقَتَلَ الْخِنْزِيرَ
، وَوَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَتَكُونُ الْمِلَّةُ وَاحِدَةً ، وَيُوضَعُ الأَمْرُ فِي
الأَرْضِ ، حَتَّى أَنَّ الأَسَدَ لَيَكُونُ مَعَ الْبَقَرِ تَحْسِبُهُ ثَوْرَهَا ،
وَيَكُونُ الذِّئْبُ مَعَ الْغَنَمِ تَحْسِبُهُ كَلْبَهَا ، وَتُرْفَعُ حُمَةُ كُلِّ
ذَاتِ حُمَةٍ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ الْحَنَشِ فَلا يَضُرُّهُ
، وَحَتَّى تُفِرَّ الْجَارِيَةُ الأَسَدَ ، كَمَا يُفَرُّ وَلَدُ الْكَلْبِ الصَّغِيرِ
، وَيُقَوَّمَ الْفَرَسُ الْعَرَبِيُّ بِعِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُقَوَّمَ الثَّوْرُ
بِكَذَا وَكَذَا ، وَتَعُودَ الأَرْضُ كَهَيْئَتِهَا عَلَى عَهْدِ آدَمَ ، وَيَكُونَ
الْقِطْفُ يَعْنِي الْعِنْقَادَ يَأْكُلُ مِنْهُ النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ ، وَتَكُونَ
الرُّمَّانَةُ يَأْكُلُ مِنْهَا النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ
"Isa bin Maryam
akan turun sebagai seorang pemimpin, pemberi petunjuk dan penguasa yang adil
dan menegakkan keadilan. Jika ia telah turun, ia akan mematahkan salib, membunuh
babi, menghapuskan jizyah, dan hanya ada satu agama (Islam) dan perintah Allah
dilaksanakan di muka bumi. Sampai-sampai seekor singa akan damai bersama dengan
kumpulan sapi betina seakan kumpulan sapi betina itu mengganggapnya sebagai
sapi jantannya, seekor srigala akan damai bersama kawanan kambing seakan
kawanan kambing itu menganggapnya anjing penjaga.
Pada waktu itu bisa dihilangkan dari setiap hewan berbisa,
sampai-sampai seseorang meletakkan telapak tangannya pada kepala seekor ular
berbisa namun hal itu tidak mencelakainya, sampai-sampai seorang anak perempuan
bermain dengan seekor singa seperti bermainnya anak anjing yang kecil.
Pada waktu itu seekor kuda Arab hanya berharga 20 dirham,
sementara seekor sapi akan dihargai segini dan segini (sangat mahal, karena
zaman tersebut zaman cocok tanam dan kemakmuran, bukan zaman perang). Bumi akan
kembali kepada keadaannya semula seperti pada masa nabi Adam. Sampai-sampai
setangkai kurma bisa mengenyangkan banyak orang dan setangkai anggur bisa mengenyangkan
banyak orang."(HR. Ma'mar bin Rasyid dalam Al-Jami' no. 1465)
Adapun unta adalah gambaran bagi ‘kita’ yang Allah
karuniakan syariat kepada kita, namun kita ragu-ragu terhadapnya, malu-malu
darinya, dan menawarnya demi meraih ridha makhluk. Maka pantaslah apabila kita
terkena sabda Nabi yang tercinta:
مَنْ أَرْضَى اللهَ فِي سَخَطِ النَّاسِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَرْضَى النَّاسَ فِي سَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ
وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
"Barangsiapa membuat Allah ridha walau manusia tidak
menyukainya, niscaya Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa membuat manusia
ridha walau Allah tidak menyukainya, niscaya Allah akan membencinya dan Allah
akan membuat manusia membencinya." (HR. Ibnu Hibban)
Ketika Umat Islam Tinggalkan Dakwah dan Jihad
Terjadinya kekacauan
dikalangan umat merupakan akibat dari perbuatan kita sendiri:
(أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ
أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ)
"Maka mengapa kalian heran ketika kalian ditimpa
musibah, padahal kalian telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh
kalian). Kalian bertanya-tanya: "Dari manakah datangnya musibah ini?"
Katakanlah: "Musibah ini karena perbuatan kalian sendiri. Sungguh Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali Imran [3]: 165)
Sesungguhnya Allah tidak berbuat sia-sia dengan
hamba-hamba-Nya:
(أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ
عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ)
"Maka apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan
kalian main-main (tanpa tujuan) dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada
Kami?" (QS. Al-Mu'minun [23]: 115)
Allah memiliki hukum-hukum yang pasti berlaku dan tidak
berubah. Allah menjadikan jihad sebagai puncak ajaran Islam, dan syariat Islam
tidak akan mencapai kemenangan kecuali dengan dakwah dan jihad dengan
pengorbanan (harta,diri, waktu bahkan nyawanya secara serentak).
Inilah waktunya untuk menyiapkan setiap kaum muslimin agar
menjadi ‘khairu umat’. Menetralisir fikiran-fikiran yang merasuk ke dalam hati
sanubari masyarakat akan rasa cinta kepada kehidupan dunia, dan mengalihkan
fikir cinta kepada akherat. Dari cinta kepada makhluk, menjadi cinta kepada
Sang Khalik.
Perkara inilah yang belum dipahami oleh kaum muslimin.
Kenyataannya masih banyak yang berlari memburu kursi kekuasaan, sehingga mereka
memasuki bangunan, mengerahkan segenap usaha dan fikirnya untuk menjaga
dinding, jendela dan pintunya, padahal pondasi di bawah telapak kaki mereka
telah hancur:
فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ
فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ
"Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari
pondasinya, lalu atap rumah itu jatuh menimpa mereka dari atas mereka."
(QS. An-Nahl [16]: 26)
Kembali Pada Hukum
Allah; Kunci Kemenangan Hakiki
Allah berfirman:
وَلَوْ أَنّهُمْ أَقَامُواْ التّوْرَاةَ وَالإِنْجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ
إِلَيهِمْ مّن رّبّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم مّنْهُمْ
أُمّةٌ مّقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مّنْهُمْ سَآءَ مَا يَعْمَلُونَ
"Dan sekiranya mereka (Yahudi dan Nasrani)
sungguh-sungguh menjalankan hukum-hukum Taurat, Injil dan kitab suci yang
diturunkan kepada mereka dari Rabb mereka (Al-Qur'an) niscaya mereka akan
mendapatkan makanan (rizki) dari atas mereka dan dari bawah mereka. Di antara
mereka ada sekelompok orang yang jujur dan taat. Akan tetapi mayoritas mereka
sangat buruk apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Maidah [5]: 66)
Dalam ayat yang lain:
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 71)
Sabda Nabi SAW.:
"Barangsiapa memusuhi wali-Ku, niscaya Aku telah
mengumumkan peperangan terhadapnya" (HR. Bukhari)
Buah Ketaatan Kepada Allah
dan Rasul-Nya
Orang yang senantiasa istiqamah di atas ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya akan meraih sekian banyak kebaikan. Satu kebaikan saling
berkaitan dengan kebaikan yang lainnya. Di antara kebaikan-kebaikan tersebut
adalah:
1. Mendapatkan limpahan kasih sayang Allah
Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman (artinya),
“Dan taatilah Allah dan Rasul, pasti kalian diberi rahmat.”
(Ali ‘Imran: 132)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan salah satu sebab diraihnya
rahmat (kasih sayang) Allah.”
Rahmat Allah subhanahu wa ta’ala merupakan kunci utama bagi
seseorang untuk merasakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Mendapatkan hidayah
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan hidayah kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya. Tentu, orang yang dirahmati oleh-Nya sajalah
yang akan mendapatkan anugerah besar ini. Mereka itulah yang senantiasa menjaga
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana dalam ayat-Nya (artinya),
“Dan jika kalian taat kepadanya (Nabi Muhammad), niscaya
kalian mendapat hidayah (petunjuk).” (An-Nur: 54)
Yaitu hidayah (petunjuk) menuju ash-Shirath al-Mustaqim
(jalan yang lurus), baik (petunjuk untuk) berkata maupun beramal. Tidak ada
jalan bagi kalian untuk mendapatkan hidayah kecuali dengan menaati
beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ketaatan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak mungkin bahkan mustahil untuk
mendapatkan hidayah. (Lihat Taisir al-Karimir Rahman).
3. Meraih kemenangan besar
Sebagaimana di dalam firman-Nya (artinya),
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 71)
Kemenangan yang besar ialah dengan dimasukkan ke dalam
al-Jannah yang luasnya seluas langit dan bumi. Allah subhanahu wa ta’ala
sediakan al-Jannah bagi orang-orang yang menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya),
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam al-Jannah yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang
besar.” (An-Nisa’: 13)
4. Dikumpulkan bersama para nabi, para shiddiqin, syuhada’,
dan shalihin
Al-Jannah itu bertingkat-tingkat. Penduduknya akan menempati
tingkatan al-Jannah sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaannya. Semakin
tinggi dan sempurna keimanan serta ketakwaan seorang hamba, semakin tinggi pula
tingkatan al-Jannah yang akan dia tempati.
Sudah pasti bahwa tingkatan al-Jannah yang paling tinggi
ditempati oleh hamba-hamba-Nya yang paling mulia. Mereka itulah para Nabi, para
shiddiqin (orang-orang yang sempurna pembenaran dan keimanan mereka terhadap
syariat yang dibawa oleh Nabi n), para syuhada’, dan orang-orang shalih.
Bersama merekalah orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan
dikumpulkan di al-Jannah nanti. Hal ini sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi
Muhammad), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’, dan
orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa’:
69)
Ayat ini juga mengingatkan kita akan do’a yang senantiasa
kita panjatkan ketika membaca surah al-Fatihah (artinya), “Tunjukilah kami ash-shirath al-mustaqim (jalan yang lurus).
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka,
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(Al-Fatihah: 6-7)
Jalan yang lurus (ash-shirath al-mustaqim) adalah jalannya
orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah. Siapakah mereka itu?
Pembaca bisa lihat dalam surah an-Nisa’ di atas, yaitu jalannya para nabi, para
shiddiqin, para syuhada’, dan orang-orang shalih.
Siang dan malam senantiasa kita panjatkan doa tersebut dalam
shalat kita. Sehingga agar doa kita tersebut dikabulkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala, maka hendaknya kita berusaha semaksimal mungkin untuk selalu menaati
Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
seluruh sisi kehidupan kita, baik dalam hal aqidah, ibadah, mu’amalah, maupun
akhlak. Semoga Allah menjauhkan kita dari golongan yang dinyatakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan barang siapa yang bermaksiat (tidak taat) kepadaku,
maka dialah orang yang enggan (yakni enggan masuk al-Jannah).”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya),
“Dan barang siapa bermaksiat (mendurhakai) Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya
ke dalam an-Nar, sedang dia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang
menghinakan.” (An-Nisa’: 14)
Sahabat fillah, sekarang sudah pahamkah, kenapa manusia disifati sebagai
makhluk yang sangat dzalim dan sangat bodoh?
Karena ia seperti unta hidup di tengah padang pasir, mati
karena kehausan, padahal air ada di punuknya.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment