Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang
halal serta menjauhi makanan haram. Firman Allah Ta’ala:
يا أيها الناس كلوا مما في الأرض حلالا
طيبا ولا تتبعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدو مبين
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan,
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah 168).
Rasulullah SAW. bersabda :
"Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu'min sebagaimana yang
diperintahkan kepada para rasul”. Allah berfirman: "Hai rasul-rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Dan firman-Nya yang lain: "Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu"
Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan
jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke
langit: “Yaa Rabbi! Yaa Rabbi!” Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan
pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman
yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan
diterima do'anya". (HR Muslim no. 1015).
KAIDAH FIQIH HALAL-HARAM :
Ada beberapa kaidah fiqih yang dipakai para ulama dalam menentukan
status kehalalan suatu jenis hewan, yaitu :
Kaidah Pertama : Semua jenis makanan (daging) hukumnya halal,
kecuali ada dalil yang mentakhsiskannya (secara khusus menyebutkan
pengharamannya).
Kaidah Kedua : Makanan halal memberikan pengaruh baik dan makanan
haram memberikan pengaruh buruk (madhorot) bagi manusia yang memakannya.
Kaidah Ketiga : Hukum halal-haram ditetapkan karena ada sebabnya
(Al hukmu yadluru ma’al illati).
Kaidah Keempat : Segala penyerupaan (mendekat-dekati) dengan bahan
haram maka diharamkan (al washilatu ila haromin haromun).
Kaidah Kelima : Tidak ada hubungannya antara halal-haram suatu
daging dengan anggapan (buruk) suatu kaum (Arab).
Kaidah Keenam : Setiap jenis hewan buas (karnivora) yang bertaring
dan berkuku tajam adalah haram dimakan.
Kaidah Ketujuh : Meskipun bertaring dan berkuku tajam, namun
apabila ia adalah binatang jinak (herbivora) maka tidak diharamkan.
Kaidah Kedelapan : Setiap jenis hewan yang diperintahkan agama
untuk dibunuh, maka dagingnya haram.
Kaidah Kesembilan : Setiap jenis hewan yang dilarang dibunuh, maka
dagingnya haram.
Kaidah Kesepuluh : Setiap jenis hewan yang hidup di laut, maka ia
halal dimakan (baik ditemukan dalam keadaan hidup maupun telah mati).
Kaidah Kesebelas : Setiap jenis hewan pemakan kotoran (bangkai dan
najis), maka dagingnya haram dimakan (jallaalah).
Kaidah Kedua belas : Dalam keadaan terpaksa, semua jenis makanan
haram dapat menjadi halal.
PENJELASAN :
1. SEMUA MAKANAN HALAL, KECUALI YANG DIHARAMKAN
1.1 Bangkai :
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu.
Macam-macam bangkai :
Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara
sengaja atau tidak.
Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda
keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat
tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.
An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan
lainnya.
1.2 Darah :
Yaitu darah yang mengalir (QS. 2:173, 5:3, 6:145, dll.). Syaikul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: "Pendapat yang benar, bahwa darah yang
diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir”.
Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan (Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461) mengatakan
bahwa tidak ada satupun ulama' yang mengharamkan darah yang diam (yang menempel
pada daging).
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair.
Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka
merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang
atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian
darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman.
1.3 Daging Babi :
Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan
mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya,
telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
1.4 Sembelihan untuk
selain Allah Swt. :
Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah
hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih
dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan
hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain
sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan
ulama.
Belalang
Ibnu Abu Aufa ra. berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah SAW.
sebanyak tujuh kali, kami selalu makan belalang”. (Muttafaq ‘Alaihi).
Kuda dan khimar ahliyyah (keledai jinak)
Dari Jabir ra. berkata: "Rasulullah melarang pada perang
khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda". (HR
Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941).
Dari Jabir ra. berkata: "Pada perang Khaibar, mereka
menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan
khimar dan tidak melarang dari kuda.” (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i
(7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni
(4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).
Dari Atha' ra. bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij :
"Salafmu biasa memakannya (daging kuda)". Ibnu Juraij berkata :
"Apakah beliau sahabat Rasulullah?” Jawabnya : “Ya.” (HR. Bukhari-Muslim;
Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan'ani).
Asma’ ra. berkata : “Kami menyembelih kuda pada jaman Rasulullah
SAW. dan memakan dagingnya. Pada saat itu, kami telah berada di Madinah.” (HR.
Bukhary-Muslim).
Keterangan : Khimar adalah sejenis kuda yang dipakai sebagai alat
angkut barang-barang.
Kelinci dan sejenisnya
Dari Anas bin Malik ra. berkata : “Kami mencari kelinci di Marr
az-Zahran dan aku pun mendapatkannya. Lalu aku bawa kelinci itu kepada Abu
Thalhah ra., beliau pun menyembelihnya dan mengirimkan daging paha kelinci
tersebut kepada Rasulullah SAW., dan beliau pun menerimanya” (HR.
Bukhary-Muslim)
2. MAKANAN HALAL MEMBERIKAN PENGARUH BAIK DAN MAKANAN HARAM
MEMBERIKAN PENGARUH BURUK
Jika Allah melarang kita mengkonsumsi bangkai, darah, daging babi,
khamr, dll itu tentu karena bahan-bahan tersebut (secara fisiologi/medis) bisa
merusak kesehatan kita.
3. AL HUKMU YADLURU MA’AL ILLATI
Hukum dalam Syari’at Islam ditetapkan karena ada sebab-sebab yang
melatarbelakanginya.
4. AL WASHILATU ILA HAROMIN HAROMUN
Segala penyerupaan (mendekat-dekati) dengan bahan haram maka
diharamkan
5. TIDAK ADA HUBUNGANNYA ANTARA HALAL-HARAM SUATU DAGING DENGAN
ANGGAPAN (BURUK) SUATU KAUM
Ad-dhab, bagi yang merasa jijik darinya (lihat video :
http://www.youtube.com/watch?v=VrV4Nm1dQ5s atau http://www.youtube.com/watch?v=JHP8rZaz2cc&feature=related)
Dari Ibnu Abbas ra. dari Khalid bin Walid ra. bahwa : Beliau pernah
masuk bersama Rasulullah SAW. ke rumah Bunda Maimunah (salah satu istri Kanjeng
Nabi SAW). Di sana telah dihidangkan daging dhab panggang (binatang pemakan
tanaman, mirip dgn biawak). Rasulullah SAW. berkehendak untuk mengambilnya.
Sebagian wanita berkata : “Khabarkanlah pada Rasulullah tentang daging yang
hendak beliau makan!”, lalu mereka pun berkata : “Wahai Rasulullah, ini adalah
daging dhab!” Serta merta Rasulullah mengangkat tangannya (tidak jadi
menyantap). Aku (Khalid bin Walid) bertanya : “Apakah daging ini haram wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab : "Tidak, tetapi hewan ini tidak ada di
kampung kaumku sehingga akupun merasa tidak enak (merasa jijik) memakannya!”
Khalid berkata : Lantas aku mengambil dan memakannya sedangkan Rasulullah
melihat. (HR. Bukhari no. 5537 dan Muslim no. 1946).
Hadits Abdullah bin Umar secara marfu' (sampai pada Nabi).
"Dhob, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya."
(HR. Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)
Kesimpulan : Apabila kita jijik terhadap suatu makanan (biawak,
cacing, belut, bekicot, dll.), maka kita tidak boleh memakannya.
6. SEMUA BINATANG BUAS (YANG BERTARING DAN BERKUKU TAJAM) DIHARAMKAN
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda: "Setiap binatang buas
yang bertaring adalah haram dimakan" (HR. Muslim no. 1933). Hadits
mutawatir menurut Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/118-119).
Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah melarang dari setiap
hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam." (HR Muslim no. 1934). Abi Tsa’labah ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang
untuk memakan daging binatang buas yang bertaring” (HR. Bukhary dan Muslim).
Imam Ahmad berkata : “Setiap binatang yang menggigit dengan
taringnya, maka ia termasuk binatang buas!”
Dari Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah melarang dari setiap
hewan buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam." (HR Muslim no.
1934)
Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127):
"Saya tidak melihat adanya persilangan pendapat di kalangan ulama kaum
muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada
manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama'pun yang membolehkan untuk
memakannya. Demikian pula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang
bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda
Nabi saw bukan pendapat orang....".
Hukum Daging Anjing dan Kucing :
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila seekor
anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali”.
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sucinya
wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali salah
satunya dengan tanah”. Bahwasanya Rasulullah SAW. diundang ke rumah suatu kaum, lalu
baginda memenuhi undangan tersebut, kemudian baginda diundang ke rumah satu
kaum yang lain namun tidak beliau penuhi. Lalu ditanya kepada Baginda Nabi
kenapa? Baginda menjawab: "Sesungguhnya pada rumah si fulan itu ada
anjing." Lalu dikatakan kepada baginda: "Dalam rumah si fulan
(undangan pertama) ada kucing”. Baginda menjawab: "Sesungguhnya kucing
tidak najis." (HR. Al-Daruquthni dan Al-Hakim).
Hukum memelihara anjing :
Abu Hurairah ra. berkata : Rasulullah SAW. bersabda:
"Barangsiapa memelihara anjing -kecuali anjing penjaga ternak, anjing
pemburu, atau anjing penjaga tanaman-pahalanya akan dikurangi satu qirath
setiap hari." (Muttafaq ‘Alaihi).
Satu qiroth itu kira-kira tumpukan emas sebanyak & setinggi
bukit Uhud.
Hukum berburu dengan anjing :
'Adiy Ibnu Hatim ra. berkata : Rasulullah SAW. bersabda: "Jika
engkau melepaskan anjingmu (untuk berburu), maka sebutlah nama Allah padanya.
Bila ia menangkap buruan untukmu dan engkau mendapatkannya masih hidup, maka
sembelihlah. Bila engkau mendapatkannya telah mati dan anjing itu tidak
memakannya sama sekali, maka makanlah. Bila engkau menemukan anjing lain selain
anjingmu, sedang buruan itu telah mati, maka jangan engkau makan sebab engkau
tidak mengetahui anjing mana yang membunuhnya. Apabila engkau melepaskan
panahmu, sebutlah nama Allah. Bila engkau baru menemukan buruan itu setelah
sehari dan tidak engkau temukan selain bekas panahmu, makanlah jika engkau mau.
Jika engkau menemukannya tenggelam di dalam air, janganlah engkau
memakannya." (Muttafaq ‘Alaihi; lafadznya menurut Muslim).
Burung yang berkuku tajam
Ibnu Abbas ra. Menambahkan : "Dan setiap burung yang mempunyai
kaki penerkam (kuku yang tajam)." (HR. Muslim)
Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): "Demikian
juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang, dan
sejenisnya". Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: "Dalam
hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan
mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan
burung yang berkuku tajam."
7. MESKIPUN BERTARING DAN BERKUKU TAJAM, NAMUN JIKA IA BUKAN
BINATANG BUAS, MAKA TIDAK DIHARAMKAN
Binatang yang bertaring dan berkuku tajam, tapi bukan binatang buas
(misal: herbivora)
Dari Ibnu Abi Ammar berkata: “Aku pernah bertanya kepada Jabir
tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ?” Jawabnya: "Ya".
Lalu aku bertanya: “Apakah boleh dimakan?” Beliau menjawab: “Ya!”. Aku bertanya
lagi : “Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah?” Jawabnya: “Ya!” (Shahih.
HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari,
Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta
Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).
Catatan : Musang adalah binatang pemakan kopi, bukan pemakan ayam.
Terkadang orang keliru menyamakan musang dengan kucing liar (Jawa : belacan,
garangan)
8. SETIAP HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA UNTUK DIBUNUH, MAKA
DAGINGNYA HARAM
Dari Aisyah ra. berkata: Rasulullah bersabda: “Lima hewan fasik
(al-hayyawan al-fawwasik) yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun
haram yaitu ular, tikus, anjing hitam." (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari
no. 1829 dengan lafadz "kalajengking: gantinya "ular").
Rasulullah SAW. bersabda : “Ada 5 macam binatang fawwasik yang
hendaknya dibunuh di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu : rajawali,
burung gagak, tikus, kalajengking, dan anjing gila!” (HR. Bukhary-Muslim).
Dari Ummu Syarik ra. berkata bahwa : “Nabi memerintahkan supaya
membunuh tokek / cecak" (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237).
Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)"
Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya". Rasulullah SAW. bersabda : “Bunuhlah ular!” (HR. Bukhary-Muslim)
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): "Setiap
binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada
sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan
tidak halal membunuh binatang yang dimakan" (Lihat pula Al-Mughni (13/323)
oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
9. SETIAP JENIS HEWAN YANG DILARANG DIBUNUH, MAKA DAGINGNYA HARAM
Dari Ibnu Abbas ra. beliau berkata: “Rasulullah melarang membunuh 4
hewan, yaitu : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad." (HR Ahmad
(1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan
dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916).
Imam syafi'i dan para sahabatnya mengatakan: "Setiap hewan
yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh
dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya." (Lihat Al-Majmu' (9/23)
oleh An Nawawi).
Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi ra. mengisahkan bahwasanya
: “Seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak
dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya.” (HR Ahmad (3/453), Abu
Daud (5269), Nasa'i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318).
Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata: “Rasulullah SAW. melarang
membunuh shurod (burung Suradi), kodok, semut, dan burung hud-hud!” (HR. Ibnu
Majah; shahih).
Dari Ibnu Umar ra. beliau berkata : “Janganlah kalian membunuh
katak, karena bunyi yang dikeluarkan katak adalah merupakan tasbih!”
10. SEMUA JENIS HEWAN YANG
HIDUP DI LAUT (IKAN) HALAL DIMAKAN
Firman Allah Swt. : “Dihalalkan bagi kalian hewan buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al-Maa`idah: 96)
Dari Ibnu Umar berkata: "Dihalalkan untuk kalian 2 bangkai dan
2 darah. Adapun 2 bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang 2 darah yaitu hati
dan limpa." (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi
4/Th.11)
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau
bersabda: "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya." (Sahih; HR.
Daraqutni: 538).
Rasulullah ditanya tentang air laut, maka jawab beliau : “Dia
(laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi,
An-Nasa`i, dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Imam Al-Bukhary).
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al--Albani berkata : "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu
halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)?”.
Beliau menjawab: "Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya.”
11. SETIAP HEWAN PEMAKAN
KOTORAN, MAKA DAGINGNYA HARAM DIMAKAN
Setiap jenis hewan jallaalah (pemakan kotoran : bangkai dan najis),
dagingnya haram dimakan.
Dari Ibnu Umar ra. berkata: “Rasulullah melarang dari jalalah unta
untuk dinaiki!” (Sahih, HR. Abu Daud no. 2558).
Dalam riwayat lain disebutkan: “Rasulullah melarang dari memakan
jallalah (binatang pemakan kotoran) dan memerah susunya." (HR. Abu Daud : 3785,
Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).
Dari Amr bin Syu'aib ra. dari ayahnya dari kakeknya berkata:
“Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan
dagingnya. "(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari
9/648).
Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun
berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran
manusia/hewan dan sejenisnya (Fathul Bari; 9/648).
Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari
Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari.
(Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: "Kemudian
menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti.
Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini
tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan
sejenisnya...".
12. DALAM KEADAAN TERPAKSA (DARURAT) SEMUA JENIS MAKANAN YANG HARAM
BISA JADI HALAL
Firman Allah:
"Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah
haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam keadaan terpaksa." (al-An'am: 119).
Dan di ayat lain, setelah Allah menyebut tentang haramnya bangkai,
darah dan sebagainya kemudian diikutinya dengan mengatakan:
فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٍ۬ وَلَا عَادٍ۬ فَلَآ
إِثۡمَ عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ
"Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati
batas, maka tidak ada dosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun
dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 173)
Darurat yang sudah disepakati oleh semua ulama, yaitu darurat dalam
masalah makanan, karena ditahan oleh kelaparan. Sementara ulama memberikan
batas darurat itu berjalan sehari-semalam, sedang dia tidak mendapatkan makanan
kecuali barang-barang yang diharamkan itu. Waktu itu dia boleh makan sekedarnya
sesuai dengan dorongan darurat itu dan guna menjaga dari bahaya.
Imam Malik memberikan suatu pembatas, yaitu sekedar kenyang, dan
boleh menyimpannya sehingga mendapat makanan yang lain. Ahli fiqih yang lain berpendapat: dia tidak boleh makan, melainkan
sekedar dapat mempertahankan sisa hidupnya. Barangkali di sinilah jelasnya apa yang dimaksud dalam firman Allah
Ghaira baghin wala 'adin (dengan tidak sengaja dan melewati batas) itu.
Perkataan ghairah baghin maksudnya: Tidak mencari-cari
alasan karena untuk memenuhi keinginan (seleranya). Sedang yang dimaksud dengan
wala 'adin, yaitu: Tidak melewati batas ketentuan darurat. Sedang apa
yang dimaksud dengan daruratnya lapar, yaitu seperti yang dijelaskan Allah
dalam firmannya, dengan tegas mengatakan:
"Dan barangsiapa yang terpaksa pada (waktu) kelaparan dengan
tidak sengaja untuk berbuat dosa, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan
Maha Belas-kasih. " (Al-Maidah: 3).
Wallahu a’lam.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment