Terkadang seseorang tertimpa takdir yang menyakitkan yang tidak
disukai oleh dirinya, kemudian dia tidak bersabar, merasa sedih dan mengira
bahwa takdir tersebut adalah sebuah pukulan yang akan memusnahkan setiap
harapan hidup dan cita-citanya. Akan tetapi, sering kali kita melihat dibalik
keterputus-asaannya ternyata Allah memberikan kebaikan kepadanya dari arah yang
tidak pernah ia sangka-sangka.
Sebaliknya, berapa banyak pula kita melihat seseorang yang berusaha
dalam sesuatu yang kelihatannya baik, berjuang mati-matian untuk
mendapatkannya, tetapi yang terjadi adalah kebalikan dari apa yang dia
inginkan.
Saudariku… Seandainya kita mau merenung dan sedikit berfikir,
sungguh di setiap apa yang telah Allah takdirkan untuk hamba-hamba-Nya, di
dalamnya terdapat hikmah dan maslahat tertentu, baik ketika itu kita telah
mengetahui hikmah tersebut ataupun tidak. Demikian juga ketika Allah Ta’ala
menimpakan musibah kepada kita, maka kita wajib berprasangka baik kepada-Nya.
Sudah sepantasnya kita meyakini bahwa yang kita alami tersebut akan membawa
kebaikan bagi kita, baik untuk dunia kita maupun akhirat kita. Minimal dengan
musibah tersebut, sebagian dosa kita diampuni oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, maka lihatlah takdir ini dengan kacamata nikmat dan rahmat,
dan bahwasanya Allah Ta’ala bisa jadi memberikan kita nikmat ini karena memang
Dia sayang kepada kita.
Karena Allah Ta’ala pun telah berfirman,
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ
خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا
تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Saudariku… Sungguh jika kita mau membuka kisah-kisah dalam Al
Qur’an dan lembaran-lembaran sejarah, atau kita memperhatikan realitas, kita
akan mendapatkan darinya banyak pelajaran dan bukti bahwa selalu ada hikmah di
balik setiap apa yang Allah takdirkan untuk hamba-hamba-Nya.
Maka lihatlah kisah Ibu Nabi Musa ‘alaihissalam ketika ia harus
melemparkan anaknya ke sungai… bukankah kita mendapatkan bahwa tidak ada yang
lebih dibenci oleh Ibu Musa daripada jatuhnya anaknya di tangan keluarga
Fir’aun? namun meskipun demikian tampaklah akibatnya yang terpuji dan pengaruhnya
yang baik di hari-hari berikutnya, dan inilah yang diungkapkan oleh ayat
واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui
Lihat pula kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam ketika beliau harus
berpisah dengan ayah beliau Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, ketika beliau harus
dimasukkan ke dalam sumur dan diambil oleh kafilah dagang… Bukankah kita akan
melihat hikmah yang begitu besar dibalik semua itu?
Lihat pula kisah Ummu Salamah, ketika suami beliau-Abu Salamah-
meninggal dunia, Ummu Salamah radhiallaahu ‘anhaa berkata:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah lalu ia mengucapkan apa yang
diperintah oleh Allah,
إنّا للهِ وَ إنَّا إِليْهِ رَاجِعُوْنَ,
اللهُمَّ أَجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَ أخلفْ لي خَيْرًا مِنْهَا
(Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya
lah kami akan kembali. Ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku dan
berilah gantinya untukku dengan yang lebih baik darinya).” Ia berkata, “Maka
ketika Abu Salamah meninggal, aku berkata, ‘Seorang Muslim manakah yang lebih
baik dari Abu Salamah? Rumah (keluarga) pertama yang berhijrah kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Kemudian aku pun mengucapkannya,
maka Allah memberikan gantinya untukku dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (HR. Muslim)
Renungkanlah bagaimana perasaan yang menghinggapi diri Ummu Salamah
–yakni perasaan yang muncul pada sebagian wanita yang diuji dengan kehilangan
orang yang paling dekat hubungannya dengan mereka dalam kehidupan ini dan
keadaan mereka: Siapakah yang lebih baik dari Abu Fulan?!- maka ketika Ummu
Salamah melakukan apa yang diperintahkan oleh syariat berupa sabar, istirja’,
dan ucapan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah
pun menggantinya dengan yang lebih baik yang belum pernah ia impikan
sebelumnya.
Demikianlah seorang wanita yang beriman, tidak seharusnya ia
membatasi kebahagiaannya pada satu pintu saja di antara pintu-pintu
kehidupannya. Karena kesedihan yang menimpa seseorang adalah sesuatu yang tidak
ada seorang pun yang bisa selamat darinya, tidak pula para Nabi dan Rasul! Yang
tidak layak adalah membatasi kehidupan dan kebahagiaan pada satu keadaan
ataupun mengaitkannya dengan orang-orang tertentu seperti pada laki-laki atau
wanita tertentu.
Begitu pula dalam kehidupan nyata, kita pun sering melihat ataupun
mendengar kisah-kisah yang penuh dengan hikmah dan pelajaran.
Oleh karena itulah, hendaknya kita selalu bertawakkal kepada Allah,
mengerahkan segenap kemampuan untuk menempuh sebab-sebab yang disyariatkan, dan
jika terjadi sesuatu yang tidak kita sukai, jendaklah kita selalu mengingat
firman Allah Ta’ala,
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ
خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا
تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
Hendaklah ia mengingat bahwasanya di antara kelembutan Allah
terhadap hamba-hambaNya adalah: “Bahwasanya Dia menakdirkan bagi mereka
berbagai macam musibah, ujian, dan cobaan dengan perintah dan larangan yang
berat adalah karena kasih sayang dan kelembutanNya kepada mereka, dan sebagai
tangga untuk menuju kesempurnaan dan kesenangan mereka.” (Tafsir Asma’ al
Husna, karya As-Sa’di).
Semoga yang sedikit ini bisa menjadi nasihat untuk diri saya
pribadi dan bagi orang-orang yang membacanya, karena barangkali kita sering
lupa bahwa apapun yang telah Allah Ta’ala takdirkan untuk kita adalah yang
terbaik untuk kita, karena Dia-lah Dzat Yang Maha Mengetahui kebaikan-kebaikan
bagi para hambaNya.
muslimah.or.id
No comments:
Post a Comment